Ia penah menjadi peserta olimpiade Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Kabupaten Sumenep pada tahun 2010. Namun gagal menjadi juara karena tidak jadi berangkat. Ia punya kemampuan menghitung di atas rata-rata temannya. Ia mampu memecahkan hitungan pertambahan 10 + 10 kurang dari satu detik.
Ia juga pernah menjadi juara II lomba baca kitab yang diselenggarakan oleh panitia Hamdala PP Annuqayah Latee pada tahun 2017. Hanya karena kitabnya bisa dihafalkan, dan kaidah nahwu-sharrafnya juga bisa dihafalkan. Bukan semata menjadi juara karena layak atau bisa membaca kitab, melainkan hanya untuk membuktikan bahwa saya juga bisa belajar dan berusaha "memulai"
Di rumahnya, ia tak mengenal kitab turats, hingga ketika ia didaftarkan di madrasah yang materi pelajarannya full kitab ia harus bertegang-tegang sebab akan mengikuti tes seleksi masuk. Ia masih ingat, pengujinya adalah KH Syafi'ie Anshari, kepala MA Tahfidh kala itu, nama kitab yang diujikan adalah Fathul Qorib al-Mujib. Ia juga ingat bagaimana ia membaca kitab di depan kiai secara langsung, vis a vis. hingga ia menemukan rumus sederhana bahwa kitab yang akan ia baca pasti "kalau tidak berharkat dlommah ya kasroh. Kalau tidak kasroh ya fathah. Kalau semuanya terasa ngilu diucapkan, maka harkat sukun jadi pilihan terakhir".
Ia pernah mengenal cinta -orang-orang menyebutnya demikian. Tapi ia tidak menyebutnya dengan itu. Sebab, begini ia berkeyakinan, "cinta itu hanya ada ketika sudah sah nikahnya, selama belum menikah secara sah, cinta tidak pernah ada dalam kamus hidupnya". Meski begitu, nasibnya tidak terlalu menguntungkan walau terlihat sedikit menyenangkan. Ia nyaris tak pernah memiliki pengalaman romantisme. Ia hanya bisa menyukai, dan tidak pernah disukai. Ia tidak pernah putus asa meski sering dibilang dengan "cintaku bertepuk sebelah tangan".
Ia selalu sabar menunggu. Hingga Tuhan memutuskan. Akankah Tuhan mengekalkan rasa dalam hatinya, atau mendatangkan versi terbaik lainnya.
Sampai saat ini, ia masih menulis deretan karir dan prestasinya....
